Mengenang Jejak Langkah dan Kiprah K. Masodi Sosok Tegas, Peduli dan Istiqomah Mengabdi


Oleh : Syukri Suparto

Lahir di Desa Palengaan Laok, Kecamatan Palengaan, Pamekasan tepatnya tanggal 31 Desember 1943 M. Ia merupakan putra pertama dari enam bersaudara. Kedua orang tuanya adalah K. Mudahran dan Ny. Rukoyyah. Sejak kecil beliau hidup dalam kesederhaan. Pendidikan pertama ia dapatkan dari abahnya yang merupakan guru ngaji langgar (Bahasa Madura: surau Red).

Kepribadiannya menonjol sejak ia masih anak-anak, di saat yang lain asik bermain dengan teman sejawatnya, ia justru sibuk membantu pekerjaan abah dan umminya. Sering diajak ke sawah untuk bercocok tanam, mengganti umminya menjaga saudaranya yang masih kecil. Aktivitas tersebut ia jalani setiap hari tanpa mengeluh, karena ia sadar akan pentingnya berbakti kepada orang tua.

Selang beberapa tahun, ia hijrah dan diasuh oleh K. Sruji di Dusun Sumber Lompang Desa Kacok, Kecamatan Palengaan, Pamekasan. Dari kakeknya ini ia juga mendapatkan pendidikan berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Pada saat itu Kiai Sruji merupakan murid sekaligus teman akrab RKH. Badruddin bin Nashiruddin Pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Ulum Panyeppen.

Pada saat ia beranjak usia kisaran 14 tahun, ia diperintah oleh kakeknya untuk melajutkan pendidikan dan nyantri di Pondok Pesantren Miftahul Ulum Panyeppen. Kerena keterbatasan biaya, ia bukan termasuk santri yang mukim di pesantren, ia terpaksa pulang dan pergi dari rumah ke pesantren mengikuti semua kegiatan di pondok Panyeppen.

Selama menjalani masa pendidikan di Panyeppen, beliau termasuk santri yang istiqomah, hingga akhirnya ia terpilih untuk menjadi tukang setrika baju serta merawat kuda kesayangan RKH. Badruddin bin Nasruddin. Tugas yang dimanahkan oleh gurunya ia jalani dengan ta’dzim, sabar dan ikhlas dengan mengharap barokah dari Pesantren dan para masyaik Panyeppen. Begitulah keseharian beliau nyantri sambil mengabdi. Karena prinsipnya ilmu itu didapat dengan belajar, barakah didapat dengan mengabdi.

Waktu berjalan hari, bulan dan tahunpun berlalu. Ia sudah dirasa cukup lama mondok di Panyeppen, ia pun dipamitkan boyong oleh kakeknya, dengan alasan melaksanakan akad nikah bersama Munawwaroh yang tak lain merupakan sepupunya sendiri. Permohonan tersebut direstui oleh RKH. Badruddin bin Nasruddin dengan syarat tetap mengabdi ke Pondok Panyeppen. Syarat itu ia terima dengan senang hati dan bangga, karena masih dipercaya untuk mengabdi di almamaternya. Akad nikahpun berjalan dengan lancar dan bahagia.

Selang beberapa hari ia pun pergi ke pondok Panyeppen untuk melaksanakan pengabdian dan ditunjuk untuk mengajar beberapa kitab selama 2 hari dalam satu minggu. Adapun sisa waktu ia gunakan mengajar ngaji di rumahnya dan berkumpul dengan keluarga sambil mencari nafkah untuk mencukupi kehidupan sehari-hari. Mulai dari bertani, berdagang dan beternak ia kerjakan karena ia beranggapan rezeki yang mengatur itu Alloh, manusia hanya bisa berusaha Allohlah yang menetukan segalanya, yang paling terpenting ihtiar dan berdo’a lalu tawakkal kenang Nyai Munawwaroh istri K. Masodi menirukan ucapan selama masih hidup dengannya. Massya Alloh.

Pada masanya ia juga dikenal dengan keindahan tulisannya, kemampun kaligrafi arabnya dikui oleh banyak kalangan, hingga akhirnya di dipanggil oleh Nyai Hj. Mahbubah, Pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Ulum Kebun Baru Kacok Palengaan Pamekasan, dan dipercai untuk menulis atau merangkum masalah haid, untuk diajarkan kepada santri Puntri Kebun Baru dan Santri Puteri Panyeppen.

Di Pondok Pesantren Miftahul Ulum Kebun Baru ia dekenal dengan “Ustad Jodoh”, sebutan itu ia dapatkan lantaran banyak menjadi inisiator mempertemukan jodoh antara santri Puteri Kebun Baru dan santri Putera Panyeppen, sebut saja salah satunya ia berhasil menjodohkan Ust. Fauzan Karangpenang yang tercatat waktu itu sebagai pengurus di Pondok Panyeppen dengan istirnya yang merupakan pengurus pondok puteri Kebun Baru. Tabarakalloh sungguh luar biasa.

Prestasi beliau selama pengabdian di Panyeppen, beliau di tunjuk oleh RKH. Moh. Mudatsir Bin Badruddin untuk menjadi Panitia Pembangunan pondasi Kampus STAI Miftahul Ulum Pamekasan bersama dengan H. Muhdlar Abdullah. Kemudian di tunjuk mencari bantuan material bangunan untuk pembangunan pondok pesantren khusus RKH. Badruddin bin Muddattsir yang saat ini dikenal dengan Pondok Pesantren Sumber Kebun Desa Pangereman Kecamatan Ketapang Kabupaten Sampang.

Tidak berhenti dan aktif di dunia pendidikan saja, ia juga melakukan pengabdian sosial masyarakat terbukti pada tahun 1999 ia terpilih sebagai Ketua BPD Desa Kacok Kecamatan Palengaan Pamekasan. Terpilihnya ia sebagai Ketua BPD menjadikan angin segar terhadapnya untuk memberikan arahan, merumuskan kebijakan dan membantu untuk membangun desa. Pembangunan infrasrtuktur desa seperti jalan, gorong-gorong serta irigasi ia galakkan untuk mempermudah masyarakat melakukan akses kegiatan. Pada tahun 2004 masuk sebagai pengurus Partai Demokrat dan tercatat sebagai Ketua PAC (Pengurus Anak Cabang) Kecamatan Palengaan Pamekasan.

Selain bakti sosial lainnya, ia banyak mendirikan lailatul ijtima' di desa dimana ia tinggal sekarang. Bahkan menjadi inisiator di beberapa tempat atau wilayah kepada teman sejawatnya. Seperti mendirikan Madrasah,Masjid bahkan putra sulungnyapun yang bernama Ust. Mohammadun hijrah ke salah satu desa tertinnggal dan terpencil jauh dari keramaian. Tepatnya di Desa Terrrak Kecamatan Tlanakan Kabupaten Pamekasan, dan atas perjuangannya berhasil mendirikan masjid serta lembaga pendidikan yang saat ini dikenal dengan Miftahul Ulum Al-Amin yang berdiri tahun 2011.

Kebersamaan di dunia tidak akan kekal abadi, yang bernyawa pasti akan mengalami kematian. Begitulah dalam kehidupan, semua terkejut semua kehilangan sosok K. Masodi, pribadi tegas, peduli dan istiqomah mengabdi. Tepatnya pukul 13:10 WIB hari Rabu, Tanggal 30 Robi'ul Awal 1441 H atau bertepatan pada tanggal 27 November 2019,  ia menghembuskan nafas terakhirnya dalam usia 76 tahun, dengan senyum sumringah yang biasa beliau sunggingkan dengan siapapun bertatap.
Selamat jalan Maha Guru. Kami tak sempat meminta maaf. Akui kami sebagai murid dan santrimu. Terima kasih atas ilmu yang telah kau berikan kepada kami. Tak sempat kami berbakti sebagaimana bakti yang engkau contohkan untuk pondok ini. Syurga menantimu, bidadari menunggumu. Engkau dihati kami selalu hidup, akhlak dan petuahmu menjadi pegangan kami. Al-Fatihah untukmu.

Post a Comment

0 Comments